Perkembangan penyebaran virus corona (COVID 19) di Indonesia terus meningkat. Jumlah kasus yang terkonfirmasi positif COVID 19 telah menembus angka seribu. Lantas, sampai kapan kita harus berjuang melawan pandemi ini?
Alumnus Departemen Matematika Universitas Indonesia (UI) mencoba menjawab pertanyaan tersebut menggunakan sebuah permodelan matematika. Dalam Simulasi COVID 19yang dibuat oleh Barry Mikhael Cavin, Rahmat Al Kafi, Yoshua Yonatan Hamonangan, serta Imanuel M Rustijono ini, terdapat tiga skenario yang memprediksi akhir pandemi COVID 19 di Indonesia. Menurut Barry, Simulasi COVID 19 ini mereka buat dengan mencari referensi dari sebuah grup yang memang melakukan studi tentang COVID 19 di China.
Mereka kemudian mengimplementasikan metode yang adapada datakasus kumulatif di Indonesia sejak 2 hingga 29 Maret 2020. "Jadi kami coba pakai metode mereka untuk diimplementasikan ke data yang kita punya sekarang di Indonesia," tambahnya. Dalam simulasi ini, Barry menerangkan, terdapat empat kelompok populasi.
Di antaranya yaitu populasi masyarakat Indonesia yang memungkinkan terjangkit oleh virus corona, kemudian kelompok infected (I), yaitu individu yang terinfeksi namun belum menunjukkan gejala. Adapun kelompok reported (R), yaitu masyarakat yangterkonfirmasi positif COVID 19. Selanjutnya, yaitu kelompok unreported (U).
Kelompok U ini merupakan individu individu yang terinfeksi COVID 19 namun tidak melapor karena tidak merasakan gejala yang berat ataupun karena alasan lain. "Jadi kami juga mempertimbangkan orang orang yang belum report nih, yang mungkin sudah terinfeksi, sudah ada gejalanya sebenarnya, cuman mungkin gejalanya ringan atau mungkin masyarakatnya tidak punya akses ke layanan kesehatan, jadi mereka tidak melaporkan," terang Barry. "Nah, itu bisa dipertimbangkan dalam model ini," sambungnya.
Dalam hal ini, Barry dan rekan rekannya memunculkan tiga skenario yang memprediksi kapan berakhirnya pandemi virus corona di Indonesia. Menurut Barry, ketiga skenario tersebut didapat berdasarkan perkembangan data kasus COVID 19 di Indonesia serta opini para ahli. Selain itu, asumsi intervensi pemerintah serta sikap masyarakat juga menjadi dasar munculnya grafik grafik dalam simulasi ini.
"Dengan model ini, simulasinya sebenarnya bisa dibuat lebih buruk dari yang terlihat di konten, bisa juga lebih baik sebenarnya,"kataBarry. Dalam skenario ketiga, Alumnus Matematika UI ini mengasumsikan intervensi pemerintah per 1 April 2020 dapat lebih tegas dan masyarakat pun disiplin menerapkan physical distancing . Apabila skenario ketiga ini benar terjadi,maka diprediksi puncak pandemi COVID 19 akan terjadi pada 16 April 2020 dengan jumlah 540 an kasus baru.
Kemudian akhir pandemi akan terjadi pada akhir Mei hingga awal Juni 2020. "Skenario ketiga ini skenario optimis ya, dimana kebijakannya tegas, masyarakat disiplin, bantuan dari pemerintah untuk teman teman yang bekerja di sektor informal juga baik, tidak ada yang keluar keluar, itu bisa mencapai puncak pandemi di 16 April 2020 dengan angka 540 an," terang Barry. Barry menegaskan, dalam skenario ketiga ini, setelah memasuki masa akhir pandemi, kasus positif masih akan muncul dengan peningkatan yang relatif kecil hingga pertengahan Oktober 2020.
"Mei sampai Juni itu masih ada kasus baru tapi penurunannya sudah signifikan jadi kami sebut 'akhir pandemi'," terang Barry. "Tapi angka total kasusnya masih akan terus naik sampai Oktober, dengan peningkatan kasus baru per harinya sudah relatif kecil terhadap puncak pandemi, artinya harapannya sudah bisa di handle dengan normal oleh rumah sakit," tambahnya. Menurut Barry, dalam skenario ketiga ini, akumulasi kasus positif akan mencapaiangka 17.000pada pertengahanOktober 2020.
"Tinggal nanti kita lihat kebijakan pemerintah seperti apa, data barunya nanti akan terkumpulkan, model ini bisa di update sampai dengan data data baru yang dikumpulkan," jelas Barry. Hal berbeda dapat terjadi apabila tidak ada kebijakan yang tegas dari pemerintah dalam mengurangi interaksi antarmanusia, sebagaimana yang diprediksidalam skenario satu. Menurut Barry, dalam skenario satu, puncak pandemi baru akan terjadi pada 4 Juni 2020 dengan 11.318 kasus baru.
Akumulasi kasus positif akan mencapai ratusan ribu dan masa akhir pandemi baru dimulai pada akhir Agustus hingga awal September 2020. Sementara itu, pandemi diprediksi baru akan berakhir pada Maret 2021. Sedangkan dalam skenario kedua, dimana diasumsikan pemerintah memberi kebijakan namun kurang tegas dan kurang strategis sehingga masyarakat tidak disiplin mengimplementasikan physical distancing , maka puncak pandemi baru terjadi pada 2 Mei 2020 dengan 1.490 kasus baru.
Akhir pandemi diprediksi akan terjadi pada akhir Juni hingga awal Juli 2020. "Sedangkan total kasusnya baru tercapai nanti di sekitar bulan Januari, awal tahun depan, dengan angka mencapai 60.000 kasus," lanjut Barry. Sementara itu, menurut Barry, apabila tidak ada intervensi sedikit pun dari pemerintah sejak awal munculnya kasus positif COVID 19 di Indonesia, maka lebih dari 50 persen populasi di Indonesia dapat terjangkit virus corona.
"Bahkan kalau kita asumsikan tidak ada intervensi sama sekali, kita bisa temui mungkin, kemarin kami coba simulasikan, itu bisa lebih dari 50 persen populasi Indonesia terjangkit," ujarnya. Menurut Barry, dalam permodelan matematika, selalu ada worst case dan best case . Namun, realitanya akan selalu terjadi di tengah tengah.
"Kita sih harapannya selalu best case ya, saya sepakat waktu itu Pak Hadi Susanto bilang dalam hal ini matematikawan berharap modelnya tidak tepat," kata Barry. "Ya, kami p engin modelnya justru kasus kasus buruk bisa meleset dan justru hal terbaik yang bisa terjadi," sambungnya. Dalam pembahasan Simulasi COVID 19 ini, para Alumnus Matematika UI itu pun menyampaikan, kebijakan pemerintah, dan kedisiplinan masyarakat akan sangat menentukan skenario mana yang akan terjadi.
Menurut Barry, saat ini pemerintah masih berjuang menentukan langkah yang paling efektif dalam mengahadapi krisis ini. "Jadi sebagai bagian dari masyarakat, saya rasa juga penting untuk kita melakuk n hal hal yang bisa kita lakukan, kami di sini juga menyampaikan itupada masyarakat agar disiplin," ungkapnya. "Bukan hanyamelakukan physical distancing tapi juga saling membartu sama orang orang di sektor informal, kalau ada yang kesulitan, kita bisa membantu," tambah Barry.
Barry mengatakan, sangat penting bagi pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang tegas dan strategis dalam mengahadapi COVID 19. Selain itu, masyarakat juga harus disiplin mengikuti arahan pemerintah dalam melakukan physical distancing untuk menghindari kemungkinan buruk yang terjadi. "Ini sangat terrgantung dari pemerintah mengimplementasi kebijakan dan kita sebagai masyarakat juga harus disiplin sebenarnya," pungkas Barry.